Rabu, 19 November 2008

SERAT KEKIYASANNING PANGRACUTAN

Sarasehan Tentang Ilmu Kasampurnan
Terjemahan

Berikut adalah pelajaran tentang Pangracutan yang disusun Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma di Mataram yang didiskusikan secara khusus dengan sanak kadang terdekat yang mumpuni keilmuan kasampurnan, diskusi ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang ilmu kasampurnan agar mendapat pencerahan.

Sanak Kadang yang diundang dalam diskusi yang sangat rahasia ini adalah :
1. Panembahan Purbaya
2. Panembahan Juminah
3. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
4. Panembahan Juru Kithing
5. Pangeran di Kadilangu
6. Pangeran di Kudus
7. Pangeran di Tembayat
8. Pangeran Kajoran
9. Pangeran Wangga
10. Kyai Pengulu Ahmad Kategan

1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah
Yang menjadi topik pembicaraan awal, Sultan Agung Anyakrakusuma menanyakan apa yang terjadi setelah anak adam (manusia) meninggal dunia, secara umum terdapat bermacam-macam kejadian apabila dilihat pada jenazahnya , juga menjadi suatu kenyataan bagi mereka yang sering menyaksikan keadaan jenazah yang salah kejadian atau berbagai macam kejadian pada keadaan jenazah adalah berbagai diketengahkan dibawah ini :

1) Ada yang langsung membusuk
2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan.

Masih banyak pula kejadiaanya, lalu bagaimana hal itu dapat terjadi apa yang menjadi penyebabnya. Menurut para pakar setelah mereka bersepakat dalam diskusi dapat disimpulkan :
Para peserta sepakat dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia setelah meninggal keadaan jenazahnya berbeda-beda, itu suatu tanda bahwa disebabkan karena adanya kelainan atau salah kejadian (tidak wajar), karena waktu masih hidup yang bersangkutan berbuat dosa dan setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu kejadian dan dapat masuk kedalam alam penasaran. Karena pada saat memasuki proses sakaratul maut hatinya ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat memusatkan pikiran hanya untuk satu ialah menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti yang akan diutarakan berikut ini :

1. Pada waktu masih hidup, siapapun yang senang tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata, setelah mencapai akhir hayat, maka jenazahnya akan menjadi busuk dan kemudian menjadi tanah liat, sukmanya melayang gentayangan dapat diumpamakan bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya, dan apabila pada masa hidupnya senang menyucikan diri lahir maupun batin termasuk lampah/laku maka kejadiannya tidak akan demikian.

2. Pada waktu masih hidup bagi mereka yang kuat pusaka tetapi tidak mengenal batas waktunya bila tiba saat kematiannya maka mayatnya akan terongok menjadi batu dan membuat tanah perkuburannya itu menjadi sangar adapun rohnya akan menjadi danyang semoro bumi, tetapi apabila pada masa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus lahir batin kemungkinan tidaklah seperti diatas kejadiannya pada saat setelah meninggalkan dunia.

3. Pada masa hidupnya seseorang yang menjalani lampah tidak tidur tetapi tidak ada batas waktu tertentu pada umumnya disaat kematiannya kelak jenaahnya akan keluar dari liang lahatnya karena terkena pengaruh berbagai hantu yang menakutkan. Adapun sukmanya menitis pada hewan. Walaupun begitu bila pada masa hidupnya disertai sifat rela bila meninggal tidak akan keliru jalan.

4. Siapapun yang melantur dalam mencegah syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu pada saat kematian jenazahnya akan lenyap melayang masuk kedalam alamnya jin, setan, dan roh halus lainnya sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel pada orang seperti menjadi genduruwo dan sebagainya yang masih senang mengganggu wanita kalau berada pada pohon besar dan apabila pohon itu di potong maka benalu tadi akan ikut mati walaupun begitu bila mada masa hidupnya disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan wanita yang bukan haknya, tidak akan begitu kejadiannya.

5. Apbila ketika masih hidup selalu sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu, berani dalam lampah dan menjalani mati didalam hidupnya, tidak berbudi rendah, rona muka manis, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana semuanya itu tidak belebihan dan dapat menempatkan pada tempatnya, situasi dan kondisi dan yang demikian itu umumnya apabila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu dengan zat yang Maha Agung, yang dapat menghukum dan dapat menciptakan apa saja, bila menghendaki datang menurut kemauannya apalagi bila disertakan sifat welas asih, akan abadi menyatunya Kawulo Gusti.
Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah dapat menjalani : Iman, Tauhid dan Ma’rifat.

2. Berbagai Jenis Kematian

Pada ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyangkra Kusuma merasa senang atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian misalnya
Mati Kisos
Mati kias
Mati sahid
Mati salih
Mati tewas
Mati apes

Sultan Agung Anyakrakusuma meminta agar peserta diskusi dapat menjelaskan semua jenis kematian tersebut, maka para peserta yang hadir dalam diskusi tersebut memberikan jawaban sebagai berikut :

Mati Kisos, adalah suatu jenis kematian yang disebabkan karena hukuman mati. yang disebabkan dari perbuatan orang yang bersangkutan membunuh, kemudian dijatuhi hukuman dengan keputusan pengadilan yang dilakukan atas wewenang raja.
Mati Kias, adalah suatu jenis kematian yang diakibatkan oleh suatu perbuatan misalnya: nifas atau mati melahirkan.
Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang, dibajak, dirampok, disamun.
Mati Salih, adalah suatu jenis kematian yangbdisebabkan karena kelaparan, bunuh diri karena mendapat aib atau karena sangat bersedih.
Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar petir, tertimpa pohon , jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
Mati Apes, suatu jenis kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena santet atau tenung dari orang lain yang demikian itu benar-benar tidak dapat sampai pada kematian yang sempurna atau kesedanjati bahkan dekat sekali pada alam penasaran.
Berkatalah beliau : “Sebab-sebab kematian tadi yang mengakibatkan kejadiannya lalu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang bodoh ? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seornag pakarnya ilmu mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga ?”
Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya mungkin akan kacau didalam melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.
Setelah mendengar jawaban itu beliau merasa masih kurang puas menurut pendaat beliau bahwa sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.
Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar, karena sebenarnya semua itu masih belum tentu , hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika , tidak terduga siapa yang dapat menyamainya

3. Wedaran Angracut Jasad

Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan oleh Kangjeng Susuhunan Kalijogo, penjelasannya yang telah diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini caranya:
“Badan jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian, dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, didunia aku hidup, sampai di alam nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang kuciptakan, yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.

4. Wedaran Menghancurkan Jasad

Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut : “Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya mukjijat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali, mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khas, dengan cara menjalani tapa brata seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta :
Menahan Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
Menahan syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
Tidak berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
Puasa padam api, tujuh hari tujuh malam
Jaga, lamanya tiga hari tiga malam
Mati raga, tidak bergerak lamanya sehari semalam.

Adapun pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam itu beginilah caranya :

1. Manahan hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
2. Menahan syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
3. Membisu tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
4. Puasa pati selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
5. Jaga, selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
6. Pati raga selama sehari semalam.
Adapun caranya Pati Raga adalah : tangan bersidakep kaki membujur dan menutup sembilan lobang ditubuh, tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem, batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas, tanapas nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai bersengal-sengal campur baur.
Perlunya Pati Raga
Baginda Sultan Agung bertanya : “Apakah manfaatnya Pati Raga itu ?”
Kyai Penghulu Ahmad Kategan menjawab : “Adapun perlunya pati raga itu, sebagai sarana melatih kenyataan, supaya dapat mengetahui pisah dan kumpulnya Kawula Gusti, bagi para pakar ilmu kebatinan pada jaman kuno dulu dinamakan dapat Meraga Sukma, artinya berbadan sukma, oleh karenanya dapat mendakatkan yang jauh, apa yang dicipta jadi, mengadakan apapun yang dikehendaki, mendatangkan sekehendaknya, semuanya itu dapat dijadikan suatu sarana pada awal akhir. Bila dipergunakan ketika masih hidup di Dunia ada manfaatnya, begitu juga dipergunakan kelak bila telah sampai pada sakaratul maut

Tidak ada komentar: