Senin, 24 November 2008

ISTILAH DALAM KARAWITAN


Dalam karawitan terdapat berbgagai istilah, mulai dari istilah peralatan, istilah tabuhan, pola permainan peralatan, deretan nada, vokal, jenis ketukan dan lain sebagainya, berikut adalah jenis peristilahan dimaksud:

Anak-Anakan: Bagian gendhing setelah mbok-mbokan dengan menggunakan tehnik tabuhan pancer pada instrumen Bonang Babok.
Andegan lagu: Teknik pengambilan pernafasan pada Vokal (sindenan) untuk pemenggalan kalimat lagu agar lagu yang disajikan bisa baik.
Bal: Balungan (notasi gendhing)
Bandrekan: Teknik tabuhan instrumen Bonang yang polanya saling mengisi secara bergantian antara Bonang Banbok dan Bonang Penerus khusus pada Gendhing Jula-Juli.
Banyu Mili: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang mengalir dan berkesinambungan
Bentuk Bilah: Ricikan gamelan yang berbentuk bilah yaitu: saron demung, saron ricik, saron peking, gender penembung/slenthem, gender barung, gender penerus dan gambang.
Bentuk Kawatan: Ricikan gamelan dengan kawat yang ditegangkan sebagai sumber bunyinya yaitu: rebab, calempung, dan siter.
Bentuk Pencon: Ricikan gamelan yang berbentuk pencon yaitu: bonang panembung, bonang barung, bonang penerus, engkuk emong, kempyang, Kethuk, kenong, kempul, gong suwukan, gong kemodong dan gong ageng.
Bentuk Pipa: Ricikan gamelan yang berbentuk pipa yang dibuat dari buluh (bambu) yaitu suling. Satuan udara yang berada di dalam ricikan suling itu sebagai sumber bunyi. Ada dua buah suling, satu untuk laras slendro berlubang 4, dan satu lagi untuk laras pelog berlubang 6.
Bentuk Tebokan: Ricikan gamelan yang mengguanakan kulit atau selaput tipis yang direnggangkan sebagai sumber bunyi adalah kendhang. Ricikan kendhang menurut bentuk dan ukurannya ada beberapa macam yaitu: teteg (bedug), kendhang ageng, kendhang batangan, kendhang penuntung dan kendhang ketipung. Ricikan kendhang termasuk jenis instrumen bentuk tebokan karena bidang yang ditabuh menyerupai tebok.
Bonang Barung: Ricikan seperti halnya bonang panembung namun bentuknya sedang (lebih kecil daripada bonang panembung) yang terdiri atas 2 rancak, yaitu 1 rancak untuk laras slendro dan 1 rancak untuk laras pelog.
Bonang Panembung: Ricikan yang berbentuk pencon yang diletakkan di atas rancakan dengan susunan dua deret, bagian atas disebut brunjung dan bagian bawah disebut dhempok.
Bonang panerus: Ricikan seperti halnya bonang barung yang bentuknya kecil (lebih kecil daripada bonang panerus) yang terdiri atas 2 rancak, yaitu 1 rancak untuk laras slendro dan 1 rancak untuk laras pelog.
Buka: Melodi awal sebuah gendhing
Calempung: Termasuk dalam insrtumen petik. Dalam seperangkat gamelan terdapat 3 buah calempung, yaitu 1 untuk gamelan laras slendro dan 2 untuk gamelan laras pelog.
Cengkok: Pola permainan garap lagu dalam karawitan yang terdiri dari garap ricikan dan Vokal (sindenan dan gerongan)
Dados: Pokok (inti) gendhing yang diulang-ulang
Dikebuk: Kendhang dibunyikan dengan cara di-kebuk atau di-tepak dengan tangan pada masing-masing tebokan-nya. Khusus untuk teteg atau bedug cara membunyikannya tidak di-kebuk dengan tangan, tetapi ditabuh dengan alat pemukul.
Engkuk-kemong dan kempyang: Engkuk kemong ada 1 rancak untuk laras slendro sedangkan kempyang ada 1 rancak untuk laras slendro.
Gambang: Gambang berjumlah 3 rancak dengan bilah yang terbuat dari kayu berlian, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan satu rancak untuk pelog barang yang masing-masing rancakan berisi 21 bilah.
Gambyak: Jenis kendangan Jawatimuran kelanjutan dari kendangan gedugan yang suasananya lebih dinamis untuk gendhing Sakcokro, Saksamirah, Sakluwung, Sakjonjang, Saklambang
Gamelan Ageng: Gamelan yang jumlah instrumennya lengkap tidak kurang dari 18 jenis.
Gamelan Pakurmatan: Gamelan yang mempunyai fungsi sangat spesifik.
Gamelan: alat musik tradisional yang dipergunakan untuk menyajikan karawitan.
Gatra: Bagian terkecil dari sebuah gendhing yang terdiri dari emapt sabetan balungan
Gatra: Nama motif langen/gendhing Jawa setiap 4 Kethukan
Gedhugan: Jenis kendangan Jawatimuran dengan menggunakan kendang satu, untuk gendhing setingkat Sakcokro, Saksamirah, Sakluwung, Sakjonjang, Saklambang, Sakayak dan Sakpamijen disajikan sebelum kendangan gambyak
Gemakan: Teknik pukulan instrumen Slenthem untuk gendhing Sakcokro, Saksamirah, dan Sakluwung.
Gembyang: Teknik tabuhan bonang yaitu 2 nada dalam satu oktaf ditabuh bersamaan gembyang ginting, gembyang pinjal, gembyang pidak
Gender Barung: Gender yang menggunakan bumbungan berjumlah 3 rancak, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan 1 rancak lagi untuk laras pelog barang.
Gender Panembung/Slenthem: Ricikan bentuk bilah berukuran besar yang menggunakan tabung atau bumbungan yang dibuat dari bambu atau seng sebagai resonator.
Gender Panerus: Bentuknya lebih kecil daripada gender barung, berjumlah 3 rancak, yaitu 1 rancak laras slendro, 1 rancak laras pelog bem dan satu rancak untuk pelog barang.
Gendhing: Deretan nada-nada yang sudah tersusun dan bila dibunyikan akan enak didengar. Gamelan, bunyi-bunyian, Lagu dalam gamelan Jawa
Gerongan: Vokal bersama yang dibawakan lebih dari satu orang, bertempo metris dan bercengkok sama.
Gong Ageng: Dalam seperangkat gamelan ageng yang lengkap terdapat 2 buah pencon yang apabila ditabuh akan menghasilkan suara yang mengombak.
Gong Barang: Jenis gong yang ukuran besarnya diatas Gong Suwukan berlaras 1 (ji).
Gong Gedhe: Salah satu jenis Gong yang ukurannya paling besar dalam perangkat gamelan biasanya dibunyikan sebagai finalis sebuah gendhing.
Gong Kemodhong: Bentuknya seperti bilah slenthem, tetapi agak besar dan ditempatkan di atas suwekan dan terdiri atas 2 bilah yang belainan.
Gong Suwukan: Jenis Gong yang ukuran besarnya dibawah Gong Barang dan Gong Gedhe berlaras 2 (ro).
Gregel: Variasi pengembangan melodi Vokal (sindenan dan gerongan) yang lebih spesifik.
Imbal: Teknik tabuhan instrumen Saron yang polanya saling mengisi secara bergantian antara Saron I dan Saron II.
Kebyokan Mancer: Teknik pukulan Bonang Penerus, untuk gendhing setingkat Sakjonjang, Saklambang, Sakpucanggaliman untuk bagian gendhing anak-anakan.
Kebyokan Nggantung: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang penyajian melodinya terputus-putus.
Kebyokan Pengkalan: Teknik pukulan Bonang Penerus untuk gendhing setingkat Saklambang, Sakpucanggaliman dan Sakolang-aling, pada bagian mbok-mbokan.
Kebyokan: Tehnik tabuhan pada instrumen yang mengunakan 2 (dua) tabuh dengan cara memukul dua nada yang sama yang berjarak 1 (satu) oktaf.
Kempul: Untuk gamelan laras slendro terdapat 5 buah pencon, sedangkan untuk gamelan laras pelog terdapat 6 buah pencon.
Kenong: Untuk gamelan laras slendro terdapat 5 pencon.
Ketawang: Salah satu bentuk gendhing struktur tertentu dalam karawitan Jawa, yang dalam satu gongan terdiri dari 16 Kethukan.
Kethuk: Kethuk terdiri dari 2 rancak, untuk laras slendro 1 rancak dengan nada jangga (2) slendro dan untuk laras pelog 1 rancak dengan nada jangga (2) pelog.
Kinthilan: Teknik tabuhan sekaran Saron II yang pola tabuhaanya mengikuti Saron I.
Ladrang: Salah satu bentuk dengan struktur tertentu dalam karawitan Jawa (dalam satu gongan mempunyai 32 Kethukan atau sabetan)
Lancaran: Salah satu bentuk dengan struktur tertentu dalam karawitan Jawa (dalam satu gongan mempunyai 8 Kethukan atau sabetan pukulan)
Laras Pelog: Jenis laras dalam gamelan yang intervalnya tidak sama rata dalam satu oktaf/gembyangan.
Laras Slendro: Jenis laras dalam gamelan yang intervalnya hampir sama rata dalam satu oktaf/gembyangan.
Laras: Deretan nada-nada dalam satu oktaf/gembyang yang sudah tertentu tata interval dari tinggi dan rendah nadanya.
Laras: Suara yang sesuai
Lirihan: Penyajian gendhing-gendhing dengan volume tabuhan yang halus atau pelan, semua instrumen ditabuh meskipun yang diutamakan adalah tabuh Ngarep seperti Gender, Gambang, Rebab, Calempung/Siter dan Suling dengan menggunakan variasi permainan tempo yang berbeda-beda. Bentuk penyajian karawitan Lirihan itu masih dapat di bedakan lagi berdasarkan instrumen yang dipergunakan, antara lain: Gadon, Nyamleng, Siteran, Genderan dan lain-lain.
Luk: Variasi permainan melodi Vokal sindenan.
Mbalung: Salah satu jenis tabuhan pada kelompok instrumen Balungan dan instrumen Garap yang teknik pembunyiannya sesuai dengan balungan lagu.
Mbok-Mbokan: Bagian gendhing Saklambang, dan sejenisnya yang dimainkan setelah bagian buka dan menggunakan tabuhan ngracik untuk tehnik tabuhan pada instrumen Bonang Babok.
Milah: Teknik menggesek instrumen Rebab maju satu nada dan mundur satu nada dalam tiap gatra.
Minjal: Menabuh dua nada yang sama dengan selisih satu oktaf secara bersamaan pada hitungan pertama dan ketiga pada setiap gatra, dengan mengacu nada pada hitungan ke empat.
Mipil: Teknik pukulan Gender dengan cara memukul bilah satu persatu.
Mlampah: Bentuk isian balungan gendhing dalam satu gatra yang berisi empat pukulan balungan.
Nduduk: Teknik menggesek instrumen Rebab yang dalam satu gatra terdiri dari empat kali menggesek rebab.
Ngeceg: Salah satu teknik permainan pada Instrumen Siter, dengan cara posisi jari tangan kiri menekan snar/string untuk meredam bunyi.
Ngracik: Variasi permainan melodi lagu untuk Bonang Babok, untuk gendhing setingkat Sakjonjang, Saklambang, Sakpucanggaliman dan Sakboyong.
Nibani: Bentuk isian balungan gendhing yang dalam satu gatra berisi dua sabetan balungan.
Nikeli: Tabuhan dobel
Nyacah: Teknik tabuhan Saron untuk gendhing setingkat Sakayak.
Pamangku Lagu: Bertugas menjalankan lagu yang sudah ada, serta mempertegas melodi. Dilakukan ricikan balungan yaitu: gender panembung, saron demung, saron ricik dan saron peking.
Pamangku Wirama: Bertugas menjaga irama, mempertegas tempo yang telah ada, dilakukan oleh ricikan kolotomi yaitu: engkuk-kemong, kempyang, Kethuk, kenong, kempul, gong suwukan dan gong ageng.
Pamurba Lagu: Bertugas sebagai penentu dan penuntun lagu, dilakukan oleh ricikan rebab, gender barung dan bonang barung. Khusus ricikan rebab, disamping sebagai Pamurba Lagu juga berfungsi sebagai Pamurba Yatmaka yang berarti berfungsi menunjukkan nafas, jiwa, dan karakter gendhing yang disajikan.
Pamurba Wirama: Bertugas untuk menguasai irama dalam sajian, berhak menentukan tempo dan volume serta menghentikan sajian. Tugas ini disajikan oleh ricikan kendhang.
Pancer: Tehnik tabuhan untuk instrumen Bonang Babok dan Peking dengan memukul satu nada lebih dari satu kali.
Pangkon: Seperangkat gamelan, Dalam arti tempat atau wadah untuk meletakkan bilah-bilah gamelan.
Pangrengga Lagu: Bertugas mengisi lagu, dilakukan oleh ricikan gender panerus, suling, calempung dan siter.
Paparan: Teknik pukulan instrumen Slentem untuk gendhing setingkat Saklambang, Sakolang-aling, Sakpucanggaliman dan Sakboyong.
Pathet: Batasan permainan wilayah nada pada garap gendhing.
Pathetan: Jenis lagu dalam karawitan yang disajikan sebelum gendhing dibunyikan bersuasana agung dan tenang.
Pelog: Tangganada yang terdiri atas 7 nada yang memiliki karakter tenang dan menghanyutkan.
Penanggulan: Jenis tabuhan kendang untuk gendhing sakgiro dan sakgagahan dengan menggunakan dua kendang yakni kendang ketipung dan kendang ageng, menggunakan alat pukul stik.
Pencu: Bagian menonjol dari instrumen Bonang, Kethuk, Kenong, Kempul dan Gong yang fungsinya untuk dipukul.
Penjarian: Posisi jari tangan pada teknik rebaban.
Pinjalan: Salah satu teknik tabuhan instrumen Gambang yang cara memainkannya antara teknik pukulan tangan kiri dan kanan saling bergantian.
Pithetan: Teknik untuk meredam suara gamelan dengan cara menekan bilah/pencu yang habis dipukul.
Rampak: Keselarasan pukulan gamelan antara instrumen yang satu dengan instrumen lainnya.
Rebab: Instrumen gesek yang menggunakan dua buah kawat. Di dalam seperangkat gamelan ada 2 macam rebab, yaitu rebab byur (polos satu warna) dan rebab ponthang.
Ricikan: Sebutan beberapa macam instrumen untuk setiap jenisnya.
Sak: Ukuran bentuk gendhing pada karawitan gaya Jawatimuran.
Saron Demung: Seperangkat gamelan yang memiliki 4 pangkon saron demung masing-masing 2 pangkon untuk laras pelog dan 2 pangkon untuk laras slendro.
Saron Peking: Bentuknya lebih kecil dari saron ricik dan terdapat 2 pangkon, yaitu 1 pangkon untuk laras pelog dan 1 pangkon untuk laras slendro.
Saron Ricik: Seperangkat gamelan yang memiliki 8 saron ricik yang berbentuk lebih kecil dari saron demung, yaitu 4 pangkon untuk laras pelog dan 4 pangkon untuk laras slendro.
Sekaran: Variasi permainan melodi pada kelompok ricikan Balungan dan ricikan Garap.
Seleh /dhawah: Pedoman yang digunakan untuk garap gender, rebab, gambang, bonang dan sindenan yang mengacu pada nada akhir tiap-tiap gendhing.
Sendhal Pancing: Teknik menggesek instrumen Rebab yang terdiri empat kali menggesek, kosokan ke 1, ke 2 dan ke 3 berjarak dekat , sedang kosokan ke 3 dan ke 4 berjarak panjang.
Sindenan: Vokal tunggal yang dibawakan oleh seorang Vokalis (waranggono) dengan cengkok yang lebih bebas.
Siter: Lebih sederhana dari calempung, ada yang berbentuk kotakan dan ada pula yang dibuat bolak-balik sehingga dapat berfungsi untuk laras slendro dan pelog.
Slendro: Tangganada yang terdiri dari 5 nada yang memiliki karakter merangsang, menggerakkan, penuh fantasi dan cemerlang.
Soran: Penyajian gendhing-gendhing dengan volume tabuhan yang keras, semua instrumen ditabuh kecuali Gender, Gambang, Rebab, Suling dan Siter. Penyajian Soran dapat di mainkan dengan tempo Seseg, Tanggung dan Antal.
Suwuk: Gendhing berakhir
Tab: Tabuhan
Tetegan/timbangan: Teknik tabuhan Peking yang ritmenya saling bergantian dengan instrumen Bonang Penerus.
Wadhah: Tempat untuk meletakkan atau menggantungkan bilah-bilah gamelan.
Wiled: Pola pengembangan tafsir garap ricikan dan Vokal yang berupa variasi-variasi tehnik sekaran.
Wirama: Aspek yang terkait dengan iringan gamelan dan irama gerak dalam satu tarian tertentu.
Wirasa: Aspek jiwa.

Minggu, 23 November 2008

KAYU BERTUAH

Sebagai orang jawa kebanyakan, saya pernah mendengar bahwa para leluhur dulu sering menggunakan jenis-jenis kayu sebagai semacam pusaka atau barang yang dipakai untuk kepentingan tertentu, setelah menelusuri ke beberapa daerah dan beberapa orang tua, saya mendapat cerita begitu banyak jenis kayu yang selama ini dipercaya memberikan tuah, berikut adalah hasil telusuran tersebut.
Kayu bertuah adalah kayu yang secara alamiah atau kodrati mempunyai/mengandung daya kekuatan energi atau potensi supranatural dan bukan rekayasa manusia. Kayu-kayu tersebut merupakan ciptaan dan anugerah dari Tuhan. Mengenai kekuatan, daya, potensi, atau energi kayu-kayu tersebut perlu kita ketahui atau kita cermati supaya dapat dipergunakan untuk kelengkapan atau perlengkapan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang juga merupakan anugerah Tuhan, agar supaya manusia dapat “rahayu” dalam menjalankan kehidupan ataupun mengembangkan kehidupan kayu tuah tersebut yang merupakan pancaran energi yang dapat dipelajari atau diketahui dengan berbagai macam cara.
Maksud dari penyebaran informasi tentang kayu-kayu bertuah ini jauh dari pemikiran Rumangsa Bisa bahkan sebaliknya Bisa Rumangsa.
Pengetahuan tentang kayu bertuah ini sudah dikenal sejak jaman nenek moyang kita (leluhur) yang diwariskan kepada anak cucu hingga sekarang banyak sekali yang mempunyai pengetahuan ataupun pengalaman tentang kayu-kayu bertuah tersebut.
Dengan energi kayu bertuah tersebut kiranya dapat dimanfaatkan untuk melengkapi dan meningkatkan energi tubuh yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir.


JENIS-JENIS KAYU BERTUAH

1. Naga Sari
Tuah : Keselamatan, anti ilmu hitam, sihir, black magic, anti tanah sangar, hawa iblis, maksud jahat, musuh tersembunyi,kebijaksanaan, kewibawaan, kesetiaan, keharmonisan keluarga, keluhuran, kesehatan, rejeki, ketentraman.
2. Kastigi
Tuah : Keselamatan, unsure rejeki, anti tanah sangar, pengaruh jin, hama tumbuh-tumbuhan, penyakit menular, anti racun kadar tinggi, pemunah daya negative.
3. Drini
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, unsure rejeki, penawar dan pemusnah racun, anti daya negative
4. Tesek
Tuah : Kewibawaan, ketangguhan, keselamatan, anti hama tumbuhan, anti tanah sangar, hawa iblis, tahan lama di dalam air apabila terjadi air bah atau banjir, anti daya negative, sebagai upas-upasan.
5. Lontrok
Tuah : Keselamatan, anti daya negative, menghilangkan hambatan, membantu orang yang akan melahirkan bila ada kesulitan, kewajaran.
6. Kebak
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, anti jin, anti tuyul, dan anti daya negative
7. Wujek
Tuah : Keselamatan, keharmonisan rumah tangga, kesetiaan, anti daya negative, melancarkan usaha, kepekaan, pengasihan.
8. Jati Kluwih
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, rejeki, anti daya negatif.
9. Mentawa
Tuah : Penawar racun, keselamatan, anti daya nagatif, penawar tanah sangar, keamanan.
10. Jagad
Tuah : ,Keselamatan, kewibawaan anti tanah sangar, kanuragan, kelincahan, keuletan, anti daya nagatid, tidak mudah lelah bila dibawa.
11. Menta
Tuah : Kewibawaan, keselamatan, anti daya negative, keteguhan, keluhuran, kesehatan, kanuragan, obat mata yang lama tidak sembuh
12. Wungleng
Tuah : Keselamatan, keluhuran, kewibawaan, ketenagan, anti daya negatif.
13. Kengkeng
Tuah : Ketenangan, keselamatan, anti daya negative, ketentraman, penolak sawan.
14. Walikukun
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, kesehatan, anti daya negative, anti tanah sangar.
15. Liwung
Tuah : Kewibawaan, keselamatan, keluhuran, kanuragan, anti daya negative, ketenangan, sangat membantu dalam konsentrasi (Meditasi).
16. Minging
Tuah : Keselamatan, anti daya negative, kewibawaan, kepekaan, ketajaman penginderaan.
17. Galih Asem
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, keteduhan, ketentraman, anti daya negative,.
18. Galih Kelor
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, rejeki, anti daya negatif, kanuragan, kepekaan, menambah tajam penginderaan.
19. Sangga Waja
Tuah : Keselamatan, keteguhan, rejeki, anti daya negatif, daya energi tinggi.
20. Rukem
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, anti daya negatif,.
21. Sri Gading
Tuah : Keselamatan, kesehatan, anti daya negatif, menambah tajam penginderaan.
22. Sisir
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, anti jin, anti tuyul, anti daya negatif, memperkuat kayu bertuah yang lain.
23. Dewandaru
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, anti daya negatif, anti racun.
24. Boga
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, anti daya negatif.
25. Sulastri
Tuah : Keselamatan, menjalin keharmonisan rumah tangga, kesetiaan, kemesraan, kehangatan, ketentraman.
26. Secang
Tuah : Keselamatan, kesehatan, anti daya negatif, anti hama tumbuh-tumbuhan, unsure rejeki.
27. Songgo Langit
Tuah : Kewibawaan, kemuliaan, ketenangan, keluhuran, keselamatan, anti daya negatif.
28. Kantil
Tuah : Pengasihan, rejeki, kewibawaan, melancarkan usaha.
29. Rampung
Tuah : Keselamatan, rejeki, kewibawaan, anti daya negatif, ketangguhan energi.
30. Roa
Tuah : Kewibawaan, kemuliaan, ketenangan, keluhuran, keselamatan, anti daya negatif.
31. Bunglon
Tuah : Keselamatan, kehamonisan, kesetiaan, rejeki, keteguhan, anti daya negatif, penghasilan.
32. Kelangkok
Tuah : Keselamatan, jabatan, anti daya negatif, kewibawaan.
33. Tejo
Tuah : Menghisap racun, membuka aura, tolak bala, anti daya negatif.
34. Tutup
Tuah : Melengkapi kayu kebak, melancarkan usaha/rejeki.
35. Krincing Wesi
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, energi, kanuragan, keluhuran, pencarian, anti daya negatif, penginderaan.
36. Wegig
Tuah : Keselamatan, kewibawaan, keteguhan, kebijaksanaan, anti daya negatif, kecermatan dalam berfikir.
37. Winong
Tuah : Keselamatan, anti daya negatif, kebijaksanaan, keluhuran, disenangi/ dicintai leluhur.
38. Wahyu
Tuah : Keselamatan, keluhuran, kewibawaan, melancarkan usaha, anti daya negatif.
39. Kalima Sada
Tuah : Keselamatan, keluhuran, kewibawaan, melancarkan usaha, anti daya negatif.
40. Pring Pethuk, Carang Pethuk, Pring Ketemu Ros, Pring Tumpuk/Rotan Pethuk
Tuah : Keselamatan, melancarkan usaha, mendatangkan keberuntungan, menolak pencurian, menolak penyakit menular, hawa iblis, tanah sangar, ilmu hitam dan anti daya negatif.
41. Itam
Tuah : Keselamatan, penangkal roh jahat, ketentraman, kedamaian, keteduhan, anti daya negatif.
42. Cukil Kayu
Tuah : Keselamatan, rejeki, daya tarik, kewibawaan, anti daya negatif, keteduhan, ketentraman.



BERDASARKAN ZODIAC (Pita Hewan=Dierenriem)

Zodiac Aries (21 Maret-20 April)
21 – 30 Maret, memakai kastigi, carang gantung, dewandaru.
31 Maret-9 April, memakai : tesek, kastigi
10-20 April, memakai : nagasari

Zodiac Taurus (21 Aprilo-21 Mei)
21-30 Aril, memakai: manik ringin, tesek, nagasari, kastigi
1-11 Mei, memakai: tesek, nagasari, kastigi
12-21 Mei, memakai kastigi, nagasari

Zodiac Gemini (22 Mei-21 Juni)
22-31 Mei, memakai: tesek, nagasari, kastigi
1-10 Juni, memakainagasari, kastigi, tesek
11-21 Juni, memakai tesek, kastigi, nagasari

Zodiac Cancer (22 Juni-22 Juli)
22 Juni -1 Juli, memakai: nagasari, kastigi
2-11 Juli, memakai: tesek, kastigi
12-22 Juli, memakai kastigi, tesek, nagasari

Zodiac Leo (23 Juli- 22 Agustus)
23 Juli-1 Agustus, memakai: nagasari
2-11 Agustus, memakai: kastigi
12-22 Agustus, memakai tesek, kastigi, nagasari, manik ringin

Zodiac Virgo (23 Agustus-22 September)
23 Agustus-1 Sept, memakai: nagasari, kastigi
2-11 September, memakai: tesek, dewandaru
12-22 September, memakai kastigi, nagasari

Zodiac Libra (23 September-23 Oktober)
23 Sept-2 Okt, memakai: kastigi, dewandaru
3-12 Oktober, memakai: kastigi, dewandaru
13-22 November, memakai kastigi

Zodiac Scorpio (24 Oktober-22 November)
24 Oktober-2 Nov, memakai: tesek, dewandaru
3-12 Nov, memakai: kastigi
13-22 Nov, memakai kastigi

Zodiac Sagitarius (23 November-2 Desember)
23 Nov-2 Des, memakai: kastigi
3-12 Desember, memakai: nagasari, manik ringin
13-21 Desember, memakai kastigi, tesek, dewandaru

Zodiac Capricornus (22 Desember-19 Januari)
22-31 Des, memakai: kastigi
1-10 Januari, memakai: nagasari, manik ringin
11-19 Januari, memakai tesek, kastigi, dewandaru

Zodiac Aquarius (20 Januari-18 Februari)
20 – 29 Januari, memakai: nagasari
30 Jan -8 Feb, memakai: nagasari batok kelapa mata 1, carang gantung
9-18 Februari, memakai kastigi, tesek

Zodiac Pisces (19 Februari-20 Maret)
19 – 28 Feb, memakai: tesek, dewandaru
1-10 Maret, memakai: kastigi, manik ringin
11-20 Maret, memakai kastigi

Kamis, 20 November 2008

Serat Tripama

(Dandanggula)

Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa sira anuladha
Duk ing uni caritané
Andelira Sang Prabu
Sasrabahu ing Maespati
Aran patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakara
Guna kaya purun ingkang dèn antepi
Nuhoni trah utama (1)

Alangkah baiknya para prajurit,
bila kalian biasa mengambil tauladan
kisah jaman dahulu.
Andalan Sang Prabu
Sasrabahu di Maespati,
Bernama Patih Suwanda.
Jasanya
mencakup tiga hal.
Dalam melaksanakan tugasnya
menjalankan perintah rajanya. (1)

Lirè lelabuhan tri prakawis
Guna bisa saniskaréng akarya
Binudi daja unggulé
Kaya sayektinipun
Duk bantu prang Manggada nagri
Amboyong putri dhomas
Katur ratunipun
Puruné sampun tetéla
Aprang tanding lan ditya Ngalengka nagri
Suwanda mati ngrana (2)

Jasanya yang mencakup tiga hal itu,
melaksakan tugasnya dengan baik,
,berjuang untuk menang,
sebagaimana halnya
ketika membantu dalam perang dengan Negara Manggada.
Memboyong 800 orang putri,
dipersembahkan kepada rajanya.
Pengorbanannya sudah nyata.
Dalam perang tanding dengan raksasa dari Negara Alengka
Suwanda gugur di medan laga. (2)

Wonten malih tuladhan prayogi
Satriya gung nagari Ngalengka
Sang Kumbakarna arané
Tur iku warna diyu
Suprandené nggayuh utami
Duk wiwit prang Ngalengka
Dénya darbé atur
Mring raka amrih raharja
Dasamuka tan kéguh ing atur yekti
Déné mungsuh wanara (3)

Ada lagi yang layak dijadikan teladan.
Satria agung dari Negara Alengka
yang bernama Kumbakarna.
Walaupun seorang raksasa,
ia berusaha melaksanakan keutamaan.
Pada saat dimulainya perang di Alengka,
ia menyampaikan saran
kepada kakandanya (untuk menghindari perang) demi keselamatan.
Dasamuka tidak menggubris sarannya
karena musuhnya hanyalah bangsa kera. (3)

Kumbakarna kinèn mangsah jurit
Mring kang raka sira tan nglenggana
Nglungguhi kasatriyané
Ing tekad datan sujud
Amung cipta mring yayah rena
Myang leluhuripun
Wus mukti anèng Ngalengka
Mangké arsa rinusak ing bala kapi
Pun ugi mati ngrana (4)

Kumbakarna diperintahkan maju perang
oleh kakandanya dan ia tidak menolak,
sebagai seorang ksatria,
walaupun dalam hati tidak menyetujui.
Hanya niat berbakti kepada orangtua
dan leluhurnya.
Alengka yang sudah jaya
saat itu akan dirusak oleh bangsa kera.
Ia pun gugur di medan laga. (4)

Wonten malih kinarya palupi
Suryaputra Narpati Ngawangga
Lan Pandawa tur kadangé
Lan yayah tunggil ibu
Suwita mring Sang Kurupati
Anèng nagari Ngastina.
Kinarya gul-agul.
Manggala golonganing prang.
Bratayuda ingadegken Sénapati
Ngalaga ing kurawa. (5)

Ada lagi yang dapat dijadikan tauladan.
Suryaputra (putra Surya) Adipati Awangga.
Yang juga adalah saudara Pandawa,
saudara seibu.
Mengabdi kepada Sang Kurupati,
Raja Negara Astina,
dan dijadikan andalan,
pemimpin di medan perang.
Dalam Baratayuda dinobatkan sebagai Senapati
Perang oleh Kurawa. (5)

Dèn mungsuhken kadangé pribadi,
Aprang tanding lan Sang Dananjaya,
Sri Karna suka manahé,
Anggonira pikantuk,
Marga dènya arsa males sih,
Mring Sang Duryudana,
Marmanta kalangkung,
Dènya ngetog kasudiran,
Aprang ramé Karna mati jinemparing,
Sumbaga wiratama (6)

Ia dihadapkan dengan saudaranya sendiri.
Berperang dengan Sang Dananjaya (Harjuna)
Sri Karna (Suryaputra) gembira hatinya,
karena mendapat kesempatan membalas budi
kepada Duryudana (Kurupati),
sehingga tidak tanggung-tanggung
ia mengerahkan segala kesaktiannya.
Peperangan berlangsung seru, Karna gugur terkena anak panah
Sebagai perwira utama. (6)

Katri mangka sudarsanèng Jawi,
Pantes sagung kang para prawira,
Amirita sakadaré,
Ing lelabuhanipun,
Aywa kongsi buang palupi,
Menawa èsthinipun,
Sanajan tékading buda,
Tan pradeba budi panduming dumadi,
Marsudèng kautaman (7)

Sudah selayaknya para perwira.
Pelajari sebaik-baiknya
pengorbanan mereka.
Jangan sampai mengabaikan keteladanannya. Karena sesungguhnya,
tidak cukup hanya tekad yang kuat.
Akhlak yang baik tidak boleh ditinggalkan
Dalam mencapai keutamaan. (7)

SERAT KALA SASRA

Ngabehi Kiduling Mesjid (KM)

Amenangi jaman kala sasra
Datan ana jalma kang tata
Kebo tumindak adigang adigung adiguna
Dene semut tan eling marang rupanira
Mula Gusti paring kala sasra

Hidup di jaman seribu bencana
Seolah-olah tiada lagi manusia yang benar
Kerbau-kerbau bertindak semena-mena.(Orang-orang besar telah kehilangan jati diri,menyombongkan kepandaiannya, kekuasaaan serta kekuatan)
Dan semutpun lupa dengan takdirnya (orang-orang kecil telah lupa dengan kewajiban dan tugasnya ).
Maka dari itu tuhan menurunkan banyak bencana dan musibah

Pancen punika sampun pinesthi
Saking kersanipun Hyang Widi
Supados jalmo datan lali
Marang sangkan paraning dumadi
Mugya tansah Mulat sarira, hangrasa wani

Memang semua ini sudah suratan
Atas kehendak Yang Maha Tunggal
Supaya manusia ini tudak lupaAtas asal muasalnya
Seharusnyalah manusia itu selalu mengaji diri dan selalu instropeksi diri

Ing jaman puniki katanda sengkalan
Sad sirno pati ing sungu
Nuswantoro kathah layon agung.
Prasasat gajah lan semut pejah amblasah.
Hamargo klimput-luput ing margo
Puguh mbeguguk kaya angguk mring Hyang Manon

Di jaman ini ditandai dengan sengkalanSad = 6, sirno =mati=0,pati=mati=0 sungu=tanduk=2, =terjadi di tahun 2006DiNusantara banyak manusia meninggal duniaOrang besar dan orang kecil tewas seperti tak ada harganyaSemua ini terjadi karena kita semua telah salah jalan baik sadar maupun tidak
Prura-pura buta, tuli dan tidak bisa bergerak seperti boneka di depan Yang Maha Tahu

Hurip brayan ing jaman kala sasra aja pegat ing kaprayitnan
Lakonono urip laku tama
Mangsah gesang ulomo , satriyo ,raja lan kawulo
Lumaku ing margo titis datan owah gingsir
Mangayom marang Gusti Allah kang satuhu


Hidup di jaman seribu bencana selalu berhati-hatilah
Jalanilah hidup ini dengan keutamaan
Pilihlah hidup dengan meniru ulama, raja, kesatria atau rakyat kecil.
Tentu saja mereka yang berjalan diatas rel dengan tidak menyimpang sedikit pun
Selalu berlindung sepenuhnya kepada Gusti Allah dengan sebenar-benarnya

Bakal sirep kala sasra punika
Menawi samangke sang maeso sami Silo
Semut alit ugi sami ngererepo
Nuswantoro gemah ripah karto raharjo
Awit Gusti Allah nglumunturaken samodra pangaksomo

Akan berhenti semua bencana ini
Apabila nanti orang-orang besar yang telah berbuat kerusakan menyadari seluruh kesalahannya, dan bertafakur kepada Tuhan.Serta rakyat kecilpun ikut bermuhasabah dan pasrah
Nusantara akan kembali subur makmur dan tentram
Karena Allah telah memberikan lautan ampunan,
Karena sesungguhnya Allah itu sangat menyukai orang-orang yang betobat

Serat Wulang Sunu

Karya : PakuBuwono IV


Latar belakang dan tujuan ditulisnya Serat Wulang Sunu
Pada abad 18-19 M, kondisi politik kerajaan Surakarta dalam penjajahan bangsa Eropa, Paku Buwana IV telah beberapa kali berusaha mengusir penjajah tersebut. Akibat dari penjajahan bangsa Eropa telah membuat rakyat Surakarta menjadi sengsara baik lahir maupun bathin. Suasana kehidupan semakin berat dan sulit, tidak ada kegembiraan kerena kesusahan yang tiada akhir. Pihak istana yang diharapkan sebagai perlindungan rakyat Surakarta, sudah tidak mampu lagi kerena kekuasaannya telah dirampas oleh penjajah, untuk itulah Paku Buwana IV dan para pujangga lainya mencoba mengalihkan kegiatan istana kepada kerohanian. Hal tersebut mempunyai maksud untuk memberikan pengajaran atau panutan kepada rakyat Surakarta khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Untuk mengembalikan atau membuat suasana tentram, damai dan makmur rakyat Surakarta, maka Paku Buwana IV mencoba menulis nasehat-nasehat dalam bentuk karya sastra, diantaranya adalah Serat Wulang Sunu. Dengan karya sastra tersebut Paku Buwana IV berharap kepada rakyat Surakarta mempunyai pegangan hidup di dunia ini untuk menjalani kehidupan sehari-hari dalam kaitannya mencari ilmu, etika, terhadap guru, terhadap orang tua dan sesama manusia.
Dalam hal menyembah kepada Allah juga sangat ditekankan oleh Paku Buwana IV, beberapa hal tersebut merupakan ajaran pokok Paku Buwana IV dalam rangka menciptakan perikehidupan masyarakat Jawa yang damai dan tentram tidak melanggar aturan dan larangan sehingga nantinya akan selamat baik di dunia maupun di akherat yang menjadi tujuan bagi seluruh umat manusia.
Pupuh I
a. Wulang sunu kang kinarya gendhing, kang pinurwa tataning ngawula, suwita ing wong tuwane, poma padha mituhu, ing pitutur kang muni tulis, sapa kang tan nuruta saujareng tutur, tan urung kasurang-surang, donya ngakir tan urung manggih billahi, tembe matine nraka.
b. Mapan sira mangke anglampahi, ing pitutur kang muni ing layang, pasti becik setemahe, bekti mring rama ibu duk purwa sira udani, karya becik lan ala, saking rama ibu, duk siro tasih jajabang, ibu iro kalangkung lara prihatin, rumeksa maring siro.
c. Nora eco dahar lawan ghuling, ibu niro rumekso ing siro, dahar sekul uyah bae, tan ketang wejah luntur, nyakot bathok dipunlampahi, saben ri mring bengawan, pilis singgul kalampahan, ibu niri rumekso duk siro alit, mulane den rumongso.
d. Dhaharira mangke pahit getir, ibu niro rumekso ing sira, nora ketang turu samben, tan ketang komah uyuh gupak tinjo dipun lampahi, lamun sira wawratana, tinatur pinangku, cinowekan ibu nira, dipun dusi esok sore nganti resik, lamun luwe dinulang
e. Duk sira ngumur sangang waresi, pasti siro yen bisa rumangkang, ibumu momong karsane, tan ketang gombal tepung, rumeksane duk sira alit, yen sira kirang pangan nora ketang nubruk, mengko sira wus diwasa, nora ana pamalesira, ngabekti tuhu sira niaya.
f. Lamun sira mangke anglampahi, nganiaya ing wong tuwanira, ingukum dening Hyang Manon, tembe yen lamun lampus, datan wurung pulang lan geni, yen wong durakeng rena, sanget siksanipun, mulane wewekas ingwang, aja wani dhateng ibu rama kaki, prentahe lakonano.
g. Parandene mangke sira iki, yen den wulang dhateng ibu rama, sok balawanan ucape, sumahir bali mungkur, iya iku cegahen kaki, tan becik temahira, donya keratipun, tan wurung kasurang-kasurang, tembe mati sinatru dening Hyang widhi, siniksa ing Malekat.
h. Yen wong anom ingkang anastiti, tan mangkana ing pamang gihira, den wulang ibu ramane, asilo anem ayun, wong tuwane kinaryo Gusti, lungo teko anembah iku budi luhung, serta bekti ing sukma, hiyo iku kang karyo pati lan urip, miwah sandhang lan pangan.
i. Kang wus kaprah nonoman samangke, anggulang polah, malang sumirang, ngisisaken ing wisese, andadar polah dlurung, mutingkrang polah mutingkring, matengkus polah tingkrak, kantara raganipun, lampahe same lelewa, yen gununggungsarirane anjenthit, ngorekken wong kathah.
j. Poma aja na nglakoni, ing sabarang polah ingkang salah tan wurung weleh polahe, kasuluh solahipun, tan kuwama solah kang silip, semune ingeseman ing sasaminipun, mulaneta awakingwang, poma aja na polah kang silip, samya brongta ing lampah.
k. Lawan malih wekas ingsun kaki, kalamun sira andarbe karsa, aja sira tinggal bote, murwaten lan ragamu, lamun derajatiro alit, aja ambek kuwawa, lamun siro luhur, den prawira anggepiro, dipun sabar jatmiko alus ing budi, iku lampah utama.
l. Pramilane nonoman puniki, dan teberi jagong lan wong tuwa, ingkang becik pituture, tan sira temahipun, apan bathin kalawan lahir, lahire tatakromo, bathine bekti mring tuhu, mula eta wekasing wong, sakathahe anak putu buyut mami, den samya brongta lampah.


Terjemahanya:
Pupuh I
a. Wulang sunu yang dibuat lagu, yang dimulai dengan tata cara berbakti, bergaul bersama orang tuanya, agar semuanya memperhatikan, petunjuk yang tertulis, siapa yang tidak mau menurut, pada petunjuk yang tertulis, niscaya akan tersia-sia, niscaya dunia akherat akan mendapat malapetaka, sesudah mati di neraka.
b. Bila nanti kamu melaksanakan petunjuk yang tertuang dalam serat pasti baik pada akhirnya berbakti kepada ibu bapak, ketika pertama kali diperlihatkan akan perbuatan baik dan buruk dari ibu bapak ketika kamu masih bayi, ibumu lebih sakit dan menderita memelihara kamu.
c. Tidak enak makan dan tidur, ibumu memelihara kamu walau hanya makan nasi garam walaupun hanya untuk membasahi kerongkongan , makan kelapa pun dilakukannya setiap hari mandi dan mencuci di sungai dengan langkah terseok-seok ibumu memelihara kamu ketika kecil untuk itu rasakanlah hal itu.
d. Keadaan pahit getir ibumu memelihara kamu dia tidur hanya sambilan meskipun penuh dengan air seni terkena tinja dilakukannya bila kamu buang air besar ditatur dan dipangku, dibersihkan oleh ibumu dimandikan setiap pagi dan sore sampai bersih, bila kamu lapar disuapi.
e. Ketika kamu berumur sembilan bulan, pada saat kamu bisa merangkak pekerjaan ibumu hanya menjagamu walau hanya memakai kain sambungan, memeliharamu ketika kamu masih kecil, bila kamu kurang makan, dicarikan sampai dapat, nanti kalau kamu sudah dewasa, tidak bisa pembalasanmu kecuali berbuat baik dan berbakti kepadanya.
f. Bila kamu nanti berbuat aniyaya terhadap orang tuamu, dihukum oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui, besok kalau mati niscaya akan kembali bersama api, kalau orang senang durhaka, siksanya sangat berat, maka aku berpesan jangan berani ibu bapak anakku, lakukan perintah keduanya.
g. Adapun kamu nanti, bila dididik ibu bapak ucapanmu sering berlawanan menyahut lalu berpaling, cegahlah itu anakku, tidak baik pada akhirnya, dunia akherat akan sia-sia, besok kalau mati dimusuhi Tuhan, disiksa oleh Malaikat.
h. Sedangkan anak muda yang baik, pendapatnya tidak begitu dididik ibi bapaknya, duduk bersila dihadapannya, orang tuanya bagaikan Tuhan, pergi pulang bersujud, itu adalah budi yang luhur serta berbakti kepada Tuhan Yang Maha Hidup yaitu yang menciptakan mati dan hidup serta pemberi sandang dan pangan.
i. Yang sudah kaprah bagi anak muda, bertingkah malang melintang memanjakan diri, bertingkah yang keterlaluan duduk seenaknya dan tak tahu kesopanan, berlaku congkak, senang memperlihatkan badannya, kelakuannya tidak terarah, bila badannya tersentuh menjingkat dan selalu membuat onar orang banyak.
j. Ingat-ingat jangan ada yang melakukan, segala tingkah yang salah, tingkahnya pasti akan terkuak (diketahui orang banyak), ia akan tersuluh dan tidak kuat menyandangnya, seolah-olah semua orang hanya melempar senyum, untuk itu anakku, ingatlah jangan ada yang berbuat salah agar hidupmu tidak mengalami kesusahan.
k. Ada lagi nasehatku anakku, bila kamu mempunyai kehendak jangan sampai memberatkan diri, jagalah badanmu, bila derajatmu kecil, jangan merasa pesimis, bila kamu menjadi orang luhur, tegakkanlah pendapatmu, bersabar dengan kehalusan, budi, itulah perbuatan yang utama.
l. Maka dari itu kaum muda sekarang bersabarlah, bergaul dengan orang tua, perhatikanlah petunjuknya yang baik, dari lahir sampai batin, lahir dengan tatakrama, batinnya dengan berbakti kepadanya, itulah nasehatku semua anak cucu cicitku, agar hidupmu tidak mengalami kesusahan.
PUPUH II
Pupuh II ini terdiri dari 22 bait, selengkapnya penulis sampaikan sebagai berikut :
a. Lawan malih wekas mami, anak putu butut ingwang, miwah canggih wareng ingwang, poma padha estokna, ing pitutur kang arja, aja ana wong tukar padu, amungsuh lawan sudara.
b. Dhahat ingsun tan nglilami, sujatma ahli dursila, cewengan lan sudarane, temahan tan manggeh arja lan tipis kang sarira, wong liyan kathah kan purun, mejanani mring sira
c. Mokal sira tan miyarsa, kang kocap sujana kathah, gecul mgrumpul bandhol ngrompol, nanging aja kalirua, babasan kaya ika, den waskitheng surupipun, babasan kaya mangkana
d. Dipun kumpul sira sami, aja gecul tekadira, dipun ngrompol ala bandhol, poma iku estokna, yen sira nedya arja, aja ma kawongan pocung, anom kumpul tuwo pisah
e. Yen kayaa pocung ugi, salawsiro neng donya, dadi wong pidhangan bae, dudu watek wong sujana, salawasira neng donya, lamun sujalma kang surup, nom kumpul tuwa tan pisah
f. Poma den astiti, pitutur ing layang iki, poma aja na maido, lamun sira maidoa, lan mara ayonana, dumeh tutur tanpa dhapur, tinarik tan manggih arja
g. Yen sira karsa ngayeni, pitutur ing layang iki, anuli solahe age, mungsuhe lawan sudara, nuli pisaha wisma, samangsane sira luput, kalawan sujalma liyan
h. Pasti sira den ayoni, den ira sujalma liyan, sadulur wis tega kabeh, sanajan silih kataha, kadhang mangsa belas, sajege sira tan atut, lawan sanak kadhangira
i. Pan ana saloka maning, poma padha estokna, surasane, ujaring ngong, rusak sana den karesa, mangkana tuturing wang, wonten sima tukar padu, amungsuh kalawan wana
j. Mangkana sang sima angling, heh wana sira kapurba, denira kuwasaning ngong, yen aja na kuwating wang, pasti sira binabat, denira sujalma agung, temah sira lebur sirna
k. Kang wana nyahuri bengis, apa ta samono ugo, yen aja na kuwating ngong, amasti sira meneka, den risak jalma kathah, kiniter winaos lampuh, samana diya-diniya
l. Sang sima lawan manadri, anulya talak tinalak, samya arengat manhe, samana sang sima kesah medal sing wana wasa, anjog wiring dhusun, anglela ing ara-ara
m. Yata ganti kang winarni, wonten laren ngon maesa, saksana anulya anon, yen wonten sima punika, anglela ngara-ara, cangkelak anuli wangsul, apa jarwang tuwanira
n. Kaget ingkang awawarti, anulya samya wawarta, ing prapat monca limane, pan samya nabuh gendhala, rame poman dedesan, suwanten lumyang gumuruh, pan samya sikep gegaman.
o. Wusraket sikeping jurit, tumulyan sigra amedal wus prapteng jawi desane, wus prapto ing ingara-ara, sima sigra kinepung, kecandhak winaos sampun, yata ganti kawarnaha
p. Kocapa ingkang wanadri, tet kala wahu tinilar, dhumateng sima lampahe, yata wonten kawarnaha, jalma samya kawawanan, arsa badhe karsanipun, ngupados babahing tegal.
q. Wus prapta dhateng wanadri, kang wana nuli sinuksma, suwung tan ana simane, tumulya sigra binabat, dhening sujalma kathah, wus garing nulya tinunu, wana lebur sirna ilang
r. Nuli tinanduran sami, pari kapas miwah jarak, kacang dhele lombok terong, wus ilang labething wana, genggeng ponang tanduran, lama-lama dadi dhukuh, wus ilang labething wana.
s. Pan iku saloma mami, anak putu buyut ingwang, miwah canggah warenging ngong, puniku apan upama, tapa badan prayoga, lamun sira karem padu, amungsuh lawan sudara
t. Benal ngammi wal ngamati, wa bena jho jhi wa jho jhit puniku nenggih tegese, kawasa tan kawasaa, wajib sira asiha, dhumateng sudara kakung, muwah sadulur wanodya
u. Poma-poma wekas mami, anak putu buyut ingwang, aja katungkul uripe, aja lawas saya lawas, lawan den saya lawas, siyang dalu dipun imut, wong anom sedya utama.
Terjemahannya
PUPUH II
1. Ada lagi nasehatku anak cucu cicitku, serta canggah (anak cicit) dan wareng (cucunya cicit) ku, supaya memperhatikan petunjuk menuju selamat. Jangan ada yang bertengkar, bermusuhan dengan saudara
2. Aku juga tidak merestui, manusia yang melanggar kesusilaan, bertengkar dengan saudaranya, akhirnya tidak akan menemui keselamatan, tetapi apabila kamu suka membantu banyak orang yang senang menjalin hubungan denganmu.
3. Mustahil kalau kamu tidak mendengar yang diucapkan oleh orang banyak, penjahat berkumpul dengan penjahat, agar dirimu tidak keliru, seperti peribahasa tadi, perhatikanlah bagaimana akhirnya, demikian itu peribahasanya.
4. Bila kamu berkumpul, janganlah berniat jahat, berkumpul janganlah berbuat jahat, perhatikanlah itu bila ingin selamat, jangan ada orang seperti pocung, waktu mudanya berkumpul setelah tua berpisah.
5. Bila seperti pocung juga, selamanya kamu didunia hanya menjadi hinaan orang, itu bukan watak orang yang baik selama hidup di dunia, sedang orang yang baik adalah waktu muda berkumpul sampai tua tidak berpisah.
6. Agar diperhatikan petunjuk dalam serat ini jangan ada yang membantah, bila kamu membantah cepat datang dan lakukan, jangan dikira petunjuk tanpa dasar, digunakan tidak bermanfaat.
7. Bila kamu membentah petunjuk dalam serat ini, cepatlah berbuat, bermusuhlah dengan saudara, lalau berpisahlah dengan rumahnya, sewaktu-waktu kamu berbuat salah, terhadap orang lain.
8. Bila kamu lakukan juga saudaramu kau anggap orang lain, saudaramu juga ikhlas semua, meski telah banyak berkorban, saudaramu tidak akan membela, selama kamu tidak pantas, tinggal bersama sanak saudaramu.
9. Dan ada seloka lagi, agar diperhatikan, isi dari perkataanku, rusaknya karena kehendaknya, begini petunjukku, ada harimau bertengkar bermusuhan dengan hutan.
10. Harimau berkata begini, hai hutan, dari dulu kamu ada dalam kekuasaanku, kalau tidak ada kekuatanku, kamu pasti sudah terbabat oleh kekuatan manusia, akhirnya kamu hilang lebur.
11. Hutan menyahut dengan kasar, begitu juga kamu, kalau tidak ada kekuatanku, meskipun kamu memanjat, akan diburu oleh orang banyak dan ditangkap sampai mati, begitulah mereka saling menghina.
12. Harimau dan hutan kemudian saling bertengkar, hatinya sama-sama terbakar, seketika harimau pergi keluar dari hutan belantara sesampainya dibatas perkampungan tiduran di tanah lapang.
13. Kemudian berganti yang dibicarakan, ada seseorang anak menggembala kerbau, tiba-tiba ia melihat ada seekor harimau sedang tiduran di tanah lapang, kemudian anak tersebut pulang secepatnya, menceritakan kepada orang tuanya.
14. Semua orang yang diberitahu terkejut, semua orang kemudian diberitahu, disetiap perempatan orang menabuh kentongan, keadaan desa menjadi ramai, terdengarlah suara gemuruh, semua orang telah siap menjadi senjata.
15. Setelah diatur seperti prajurit, mereka segera keluar mereka sudah sampai diluar desanya, sesampainya di tanah lapang, harimau segera dikepung, tertangkap sudah sekarang, kemudian berganti keadaannya.
16. Sementara itu hutan yang tadi ditinggalkan oleh harimau sudah berganti, banyak manusia mencari ladang yang luas.
17. Sesampainya di hutan, hutan tersebut diperhatikan kosong tidak ada harimaunya, kemudian segera ditebang oleh orang banyak, setelah kering tanahnya dioleh hutan telah kehilangan dirinya.
18. Kemudian secara bersama-sama mereka tanami, padi kapas dan jarak, kacang kedele dan terong, lama-lama menjadi kampung, hutan telah kehilangan dirinya.
19. Demikian selokaku, anak cucu cicitku, serta canggah dan warengku, itu tadi adalah sebuah perumpamaan, menyepikan diri itu lebih baik, bila kamu senang bertengkar, bermusuhan dengan saudara.
20. Dan telah terungkap dalam dalil, perintah dari Tuhan Yang Maha Hidup, yang diturunkan kepada Rasul, yang terucap dalam khutbah, beginilah perintahnya, la budda an tuhibbahu bainal ikhwat wal akhwat.
21. Bainal ‘ammi wal ‘ammati wabainaz zauji waz zaujati, maksudnya adalah mau tidak mau kamu wajib mengasihi terhadap saudara laki-laki serta saudara perempuan.
22. Jangan lupa nasehatku, anak cucu cicitku hidupmu jangan sampai terbius, jangan semakin lama semakin terlena, sertailah dengan kewaspadaan, siang malam harus diingat, anak muda hendaknya mempunyai niat yang utama.

SERAT WEDHARAGA

Oleh : R. Ng. Ranggawarsita

Gambuh

Mangkene patrapipun

Wiwit anem amandenga laku
Ngengurangi pangan turu sawatawis
Amekak hawa nepsu
Dhasarana andhap asor.
Akanthi awas emut
Aja tingal weweka ing kalbu
Mituhua wewaruh kang makolehi
Den taberi anggeguru, aja isin tetakon.
Wong amarsudi kaweruh
Tetirona ing reh kang rahayu
Aja kesed sungkanan sabarang kardi
Sakadare anggenipun
Nimpeni kagunganing wong.
Tinimbang lan angenganggur
Boya becik ipil-ipil kaweruh
Angger datan ewan panasaten sayekti
Kawignyane wuwuh-wuwuh
Wekasan kasub kinaot.
Lamun wus sarwa putus
Kapinteran sinimpen ing pungkur
Bodhonira katakokna ing ngarsa yekti,
Gampang traping tindak tanduk
Amawas pambekaning wong.

Rabu, 19 November 2008

Gamelan

Piranti tetabuhan (musik) Jawa, umumé kanggo ngiringi pagelaran seni panggung, kaya wayang, kethoprak, ludruk, sendratari, lan sapanunggale. Gamelan uga sering katabuh minangka pasugatan uyon-uyon.
Jenising gamelan

Miturut ukurané jenis gamelan ana 2 yaiku :
Gamelan Gedhé
Gamelan Barut

Miturut larasé jenis gamelan uga ana 2 yaiku :
Sléndro (1 2 3 5 6)
Pélog (1 2 3 4 5 6 7 )

Pérangané gamelan
1. Katabuh/kathuthuk
· Bonang Barung
· Bonang Barung
· Bonang Penembung
· Gender Barung
· Gender Penerus
· Gambang
· Gambang Gangsa
· Demung
· Slenthem
· Saron
· Peking
· Kethuk
· Kenong
· Kempul
· Kempyang
· Kemanak
· Engkuk
· Kemong
· Kecer
· Gong Gedhé
· Gong Suwukan

2. Digèsèk
Rebab

3. Disebul
· Suling


4. Dipethik
· Siter Clempung (Gedhe)
· Siter Penerus

5. Diobahakén
· Klinthing renteng (Simbal)

6. Digepuk/kagebug
· Kendhang Ageng
· Batangan Wayangan
· Ketipung
· Batangan Ciblonqn
· Bedhug (pakai pemukul)